Saturday, May 1, 2021

Manajemen sumber daya manusia

 

BAB I       
 PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Manajemen sumber daya manusia,disingkat MSDM,adalah suatu ilmu atau cara bagaimana mengatur hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh individu secara evisien dan efektif sera dapat digunakan secara maksimal sehingga tercapai tujuan bersama perusahaan,karyawan dan masyarakat menjadi maksimal. Sedangkan manejemen sumber daya manusia dalam islam didasari pada suatu konsep bahwa setiap karyawan adalah manusia bukan mesin dan bukan semata menjadi sumber daya bisnis.

Ada dua sasaran manajemen sumber daya manusia yang berbasiskan spiritualitas. Pertama,pembangunan diri (self) individu yang intekgral. Dua,penguatan perusahaan atau institusi sehingga berdaya saing tinggi semakin diyakini keterlibatan self yng menyeluruh ditempat kerja membawa dampak besar bagi kinerja individu. Terbentuknya self manajement dan persolan responbility pada level individu pegawai adalah dua dari sekian dampak spiritualitas manajemen yang terkait dengan peningkatan guna kerja.jika tercipta sinergi dari interaksi individu-individu semacam itu,pengruhnya akan sangat besar terhadap kinerja sebuah institusi. Jadi sikap atau mental yang spiritual atau muroqobatullah akan memberikan dampak yang dahsyat bagi kinerja para karyawan dan tentu saja bagi institusi tersebut.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Apakah ada tata cara mekanisme pengangkatan pegawai?

2.      Apakah ada perbedaan karyawan kontrak dan karyawan tetap? 

3.      Apakah ada penetapan upah dalam ajaran Islam?

4.      Apakah ada pengembangan kompetensi dan pelatihan manajemen  sumber daya insani?

5.      Apakah ada konsep hubungan kemanusiaan dalam Islam?

 

C.     TUJUAN PEMBAHASAN

1.      Mengetahui tata cara mekanisme pengangkatan pegawai

2.      Mengetahui perbedaan karyawan kontrak dan karyawan tetap

3.      Mengetahui penetapan uoah dalam islam

4.      Mengetahui pengembangan kompetensi dan pelatihan manajemen sumber daya insani

5.      Mengetahui konsep hubungan kemanusiaan dalam islam

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II
PEMBAHASAN

 

A.    Mekanisme pengangkatan pegawai “kepatutan dan kelayakan ( fit and proper).”

Islam mendorong untuk memilih calon pegawai berdasarkan pengetahuan,pengalaman dan kemampuan teknis yang dimiliki. Hal ini sesuai dengan firman Allah “karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita)ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya” (Al-Qashas [28]:26).

Pemahaman kekuatan disini bisa berbeda sesuai dengan perbedaan jenis pekerjaan,kewajiban dan tanggung jawab yang dipikulnya. Ibnu Taimiyah mengatakan, “Definisi kekuatan berbeda berdasarkan ruang yang melingkupinya. Kekuatan dalam medan perang bisa diartikan sebagai keberanian nyali untuk berperang,pengalaman perang dan kekuatan taktik atau strategi,serta kemampuan untuk melakukan bermacam pembunuhan. Kekuatan dalam sistem peradilan dikembalikan pada pengetahuan terkait dengan keadalan yang ditunjukkan Al-Quran dan Hadits,serta kemampuan untuk menerapkan berbagai hukum.”

Amanah merupakan faktor penting untuk menentukan kepatutan dan kelayakan seorang calon pegawai. Hal ini bisa diartikan dengan melaksanakan segala kewajiban sesuai dengan ketentuan Allah dan takut terhadap aturan-Nya.

Dalam islam,prosesi pengangkatan pegawai harus berdasarkan kepatutan dan kelayakan persoalan ini pernah diingatkan Rasulullah dalam sabdanya “Barang siapa memperkerjakan orang karena ada unsur nepotisme,padahal disana terdapat orang yang lebih baik dari pada orang tersebut,maka ia telah mengkhianati amanah yang telah diberikan Allah,Rasul-Nya dan kaum Muslimin. Dalam hadist lain rasul bersabda: “Barang siapa memperkerjakan satu orang di antara 10 orang,dan ia tahu bahwa di antara mereka terdapat orang yang lebih utama (patut dan layak),maka ia telah menipu Allah,Rasul-Nya dan kaum Muslimin secara umum.”

Dalam islam,prosesi pengangkatan pegawai harus berdasarkan kepatutan dan kelayakan calon atas pekerjaan yang akan dijalaninya. Ketika pilihan pengangkatan jatuh pada orang yang disinyalir memiliki kemampuan,padahal masih terdapat orang yang lebih patut,layak dan lebuh baik darinya (dari golongan orang-orang terdahulu),maka proses pengangkatan ini bertentangan dengan syariat islam.[1]

Untuk menerapkan kaidah kepatutan dan kelayakn dalam pengangkatan pegawai,rasulullah pernah menolak permintaan sahabat Abu dzar untuk dijadikan sebagai pegawai beliau,karena ada kelemahan. Dalam hadis ini (sebagaimana telah dibahas sebelumnya). Standart pengakatan pegawai adalah kepatutan dan kelayakan seseorang untuk memikul tanggung jawab pekerjaan yang akan diwakilkan kepadanya.

Sebagaimana diriwayatkan dalam hadis,suatu ketika paman Rasulullah meminta untuk dijadikan sebagai pegawai beliau dalam satu wilayah,kemudian Rasulullah bersabda: “Demi Allah,wahai pamanku,aku tidak akan menyerahkan persoalan ini (pengangkatan pegawai) kepada seorang pun yang memintanya atau sangat menginginkannya.” Beliau kemudian memberikan nasihat bahwa jabatan itu bisa menjadi nikmat,tapi bisa berubah menjadi azab.

 

Seleksi Ujian Calon Pegawai

Memberikan ujian seleksi kepada calon pegawai adalah persoalan asasi (pokok) dalam Islam. Hal ini setidaknya dicerminkan dari sikap Rasulullah ketika akan mengangkat Muadz bin jabal sebagai pejabat kehakiman. Rasulullah bertanya kepada Muadz: “Dengan apa engkau akan memutuskan persoalan hukum?. Muadz menjawab,”dengan kitab Allah”. Rasulullah bertanya,”jika kamu tidak menemukannya?. Muadz menjawab : “dengan sunnah Rasulullah atau hadist” Rasulullah bertanya lagi: “jika engkau tidak menemukannya juga?” Muadz menjawab, “aku akan berijtihat dengan pendapatku.” Rasulullah bersabda: “Alhamdulillah, Allah telah menolong utusan Rasulullah menjalankan agama sesuai dengan apa yang di ridhoi Allah dan Rasulunya.”  

B.     Perbedaan karyawan kontrak dan karyawan tetap

1.      Karyawan kontrak

Sebelum ditetapkan menjadi karyawan tetap,biasanya para karyawan menjalani kontrak kerja selama rentang waktu 6 bulan sampai 2 tahun. Jika dalam masa kontrak tersebut karyawan mampu menunjukkan kinerja dan kemampuannya secara optimal dalam menjalankan tugas, maka ia bisa diputuskan untuk menjadi karyawan tetap. Namun, jika kinerjanya jelek dan tidak optimal, karyawantersebut bisa dipecat.

Konsep ini pernah dijalankan pada masa kholifah Umar r.a. Diriwayatkan bahwa kholifah Umar r.a. berkata kepada pegawainya:” Sesungguhnya aku memilihmu , untuk mengujimu. Jika engkau mampu menunjukkan kinerja yang optimal dan baik, maka akan aku tambahkan tanggung jawabmu. Namun , jika kinerja engkau jelek aku akan memecatmu”.

2.      Karyawan tetap

            Jika para pegawai mampu menunjukkan kinerja yang optimal pada masa kontrak, selanjutnya akan dilakukan pengangkatan jabatan. Penentuan wewenang dan tanggung jawab yang diembannya. Hal ini pernah dilakukan khalifah dengan membacakan wewenang dan tanggung jawab pemimpinnya.

                        Sebelum dikukuhkan sebagai pejabat,aset dan harta kekayaan yang dimiliki calon pegawai harus dihitung terlebih dahulu. Langkah ini dilakukan untuk mempermudah proses audit atau pemeriksaan kekayaan yang dimiliki,jika terdapat penambahan,di khawatirkan mereka mengeksploitasi dan melakukan komersialisasi jabatan untuk menumpuk kekayaan,sehingga mudah untuk mempertanggung jawabkannya.

                        Khalifah umar r.a. selalu melakukan audit terhadap aset kekayaan para pegawainya untuk menghindari eksploitasi dan komersialisasi jabatan demi kepentingan pribadi (vested-interst). Apa yang telah dilakukan khalifah umar r.a untuk mengatur kehidupan masyarakat dalam berbagai aspek nya,mencerminkan pemikiran manejemen yang dsyat dan belum mampu dijangkau ilmu manajemen modern.

C.     Penetapan Upah dalam Islam

Pada masanya, Rasulullah adalah pribadi yang menetapkan upah bagi para pegawainya sesuai dengan kondisi, tanggung jawab dan jenis pekerjaan. Proses penetapan gaji yang pertama kali dalam Islam bisa dilihat dari kebijakan Rasulullah untuk memberikan gaji satu dirham setiap hari kepada Itab bin Usaid yang diangkat sebagai gubernur Makkah.[2]

            Upah ditentukan berdasakn jenis pekerjaan,ini merupakan asas pemberian upah sebagaimana ketentuan yang dinyatakan Allah. Dasar penentuan upah harus diperhatikan dua hal: pertama: nilai kerja itu sendiri,karena tidak mungkin disamakan antara orang yang pandai dengan orang yang bodoh,orang yang tekun dengan orang yang lalai,orang spesialis dengan orang yang bukan spesialis,karena menyamakn dua orang yang berbeda adalah suatu bentuk kedzoliman. Allah berfirman: ”katakanlah: ”adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” sesungguhnya orang yang berakal lah yang dapat menerima pelajaran. “(Az-Zumar:9)” dan masing-masing orang memperoleh derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakanya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”(Al-An’am:132) untuk itu, upah yang dibayarkan masing – masing pegawai bisa berbeda berdasarkan jenis pekerjaan dan tanggung jawab yang dipikulnya. Kedua : kebutuhan pekerja, karena ada kebutuhan – kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi,baik berupa makan, tempat tinggal, transportasi,pendidikan anak maupun segala sesuatu yang diperlukan sesuai dengan kondisinya, untuk orang tersebut dan untuk orang yang menjadi tanggunganya.

 

D.    Pengembangan kompetensi dan pelatihan

    Islam memandang bahwa ilmu merupakan dasar penentuan martabat dan derajat seseorang dalam kehidupan.       Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk senantiasa meminta tambahan ilmu. Dengan bertambannya ilmu, akan meningkatkan pegetahuan seorang Muslim terhadap berbagai dimensi kehidupan, baik urusan dunia atau agama. Sehingga, ia akan mendekatkan diri dan lebih mengenal Allah, serta meningkatkan kemampuan dan kompetensinya dalam menjalankan tugas pekerjaan yang dibebankan kepadanya[3].

     Islam mendorong untuk melakukan pelatihan (training) terhadap para karyawan dengan tujuan mengembangkan kompetensi dan kemampuan teknis karyawan dalam menunaikan tanggung jawab pekerjaanya. Rasullah memberikan pelatihan terhadap orang yang diangkat untuk mengurusi persoalan kaum Muslimin, dan membekalinya dengan nasihat – nasihat dan beberapa petunjuk.

     Diriwayatkan dari Ali r.a, ia berkata: “Rasullah mengutusku ke Yaman untuk menjadi hakim, kemudian saya berkata “Ya Rasullah, engakau mengutusku, sedang aku masih muda belia, dan saya tidak memiliki pengalaman(ilmu) tentang peradilan?”Rasullah menjawab:”Sesungguhnya Allah akan memberikan hidayah kepadamu, dan menetapkan keputusan lisanmu. Ketika datang ke hadapanmu dua orang yang sedang berseteru, maka janganlah engkau menetapkan keputusan, sampai engkau mendengarkan perkataan pihak kedua, sebagaimana engkau mendengar peryataan pihak pertama. Hal ini akan lebih hati-hati dan bersih bagimu untuk menjelaskan keputusan peradilan”. Ali r.a. berkata: Setelah itu, tidak ada keraguan bagiku dalam memberikan keputusan.”

      Begitu juga surat yang dikirimkan Khalifah Ali r.a kepada Gubernur Mesir, Asytar al-Nukha’i yang berisi tentang prinsip – prinsip dan konsep dasar manajemen. Disamping itu, khalifah juga berwasiat untuk berlaku lemah lembut dan memperhatikan kehidupan rakyat, mengedepankan kepentingan mayoritas diatas kepentingan individu atau golongan dan senantiasa bermusyawarah dengan para wakil rakyat.

 

E.     Konsep Hubungan Kemanusiaan dalam Islam

       Hubungan antara karyawan dalam sebuah organisasi merupakan aspek penting untuk memenuhi kebutuhan mereka yang bersifat non-materi(kejiwaan,spiritual). Jika kebutuhan spiritual ini dapat terpenuhi, akan mendorong dan memotivasi pegawai untuk bekerja lebih optimal. Mereka melakukan itu semua dengan penuh keiklasan dan semangat saling membantu satu sama lain.

         Sebagai langkah awal untuk memenuhi kebutuhan yaitu dengan menciptakan perasaan aman dan tenang bagi pegawai dalam menjalankan pekerjaan. Adanya peningkatan ketenangan jiwa dan berkonstribusi dalam merealisasikan tujuan. Masing – masing pegawai akan merasa bahwa tanggung jawab perusahaan berada dipundak mereka dalam menunaikan kerja. Pemikiran manajemen modern mengakui adanya hubungan kemanusiaan dalam proses produksi pada awal abad ke -20, dimana manusia merupakan salah satu faktor produksi.

          Berbeda dengan pandangan Islam terhadap manusia, Manusia dipandang sebagai makhluk mulia yang memiliki kehormatan dan berbeda dengan makhluk lain. Islam memperlakukan umatnya dengan baik. Allah berfirman:” Dan tolong – menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”(Al-Maidah [5]:2)

           Dalam ayat lainAllah berfirman: ”Dan orang – orang yang beriman,lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf , mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah: sesungguhnya Allah maha perkasa lagi maha bijaksana” (Al-Taubah [9]:71). Rasulullah bersabda: “sesama muslim adalah saudara,tidak saling menzolimi dan menghina.”

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

A.     Kesimpulan

       Dalam islam,prosesi pengangkatan pegawai harus berdasarkan kepatutan dan kelayakan calon atas pekerjaan yang akan dijalaninya. Ketika pilihan pengangkatan jatuh pada orang yang disinyalir memiliki kemampuan,padahal masih terdapat orang yang lebih patut,layak dan lebuh baik darinya (dari golongan orang-orang terdahulu),maka proses pengangkatan ini bertentangan dengan syariat islam. Upah ditentukan berdasakn jenis pekerjaan,ini merupakan asas pemberian upah         sebagaimana ketentuan yang dinyatakan Allah. Dasar penentuan upah harus diperhatikan dua hal: pertama: nilai kerja itu sendiri,karena tidak mungkin disamakan antara orang yang pandai dengan orang yang bodoh,orang yang tekun dengan orang yang lalai,orang spesialis dengan orang yang bukan spesialis,karena menyamakn dua orang yang berbeda adalah suatu bentuk kedzoliman.

 

B.     Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepanya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan makalah di atas dengan sumber – sumber yang lebih banyak.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

            As-Sayyid al-Dimyati, Muhammad . 1971 . Tauliyah Al-Wadzaif  Al Ammah.

             Timiyah , Ibn . 1993

Abu Sinn,Ahmad Ibrahim. Manajemen Syariah:sebuah kajian historis dan 
       kontemporer,2008.
Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

Http://oureconimic.blogspot.com/2009/12/manajemen-sumber-daya-insani.html

 



[1] Dr.Muhammad as-Sayyid al-Dimyathi, Tauliyah al-Wadzaif al-Ammah, 1971,hlm.53.

[2] Ibn Timiyah, Al Siyasah al Syar’iyah, hlm. 21.

 

[3] Abu Sinn Ahmad Ibrahim, “Manajemen Syariah : Sebuah kajian historis dan kontemporer” , ( jakarta : PT Raja Grafindo Persada , 2004 ) , hal. 35

 

No comments:

Post a Comment

Pengarahan

  BAB I PENDAHULUAN   A.    Latar Belakang Pengarahan adalah salah satu hal yang terpenting dalam pelaksanaan manajemen. Karena meru...